Review Film The House That Jack Built : Sadis dan Intens
★ 7,5 /10
For your information,
film The House That Jack Built yang akan saya review kali ini sempat membuat
kontroversi pada saat penayangan perdananya. Pada bulan Mei 2018, film karya
Lars Von Tier ini diputar perdana di Cannes
Film Festival dan menyebabkan lebih dari 100 orang memilih untuk
meninggalkan lokasi dan tidak ingin melanjutkan menonton alias walk-out. Banyak yang berpendapat bahwa
film ini menjijikkan dan sangat tidak bisa untuk ditonton. Ya saya rasa kita semua sudah taulah bagaimana kegilaan Lars Von Tier lewat film-film sebelumnya seperti Antichrist dan Nyphomaniac.
Berbekal rasa penasaran karena komentar pada penonton
perdananya, saya akhirnya mencoba menonton film yang diisu-isukan sebagai film
tersadis 2018 ini. Well dan harus
saya akui dengan pasti bahwa film ini benar-benar unwatchable. Sangat tidak bisa ditonton. Film ini menampilkan
kekerasan secara ekstrim dan eksplisit termasuk adegan gore, animal abuse sampai ke psychologic intimidation. Tone yang
dibangun benar-benar tegang dan intens. Jujur sangat susah bagi saya untuk bisa
menonton film ini sampai akhir.
Kisah akan mengikuti kisah hidup dari seorang pria bernama
Jack (Matt Dillon). Jack adalah seorang psikopat dan pembunuh berantai yang mentalnya
tidak stabil dan jiwanya terganggu. Dikisahkan
bahwa Jack mendapatkan kepuasan melalui pembunuhan dan apabila kepuasannya
menurun maka dia harus membunuh lagi. Terlebih lagi dia menyiratkan bahwa dia
berusaha mencari arti dari hidupnya melalui rentetan pembunuhan tersebut.
Film dibuka dengan percakapan dengan dua orang dalam bentuk
verbal. Lambat laun diketahui bahwa sosok yang berbicara bernama Verge dan Jack
itu sendiri. Verge menanyakan kisah dari Jack sementara Jack menjelaskan
kegiatannya dalam aksi pembunuhan berantai selama 12 tahun yang terbagi ke
dalam 5 insiden besar. Dalam part terakhir diceritakan bahwa Jack yang dipandu
Verge berkunjung ke neraka. Bagian ini sungguh-sungguh klise dan susah
ditangkap maknanya. Selain itu di insiden kelima ini sosok Verge dan
identitasnya juga terungkap. Mengapa dia melakukan percakapan dengan Jack dari
awal.
Pace film terbilang lambat tetapi tertata rapi dengan banyak
sekali selipan part film yang tidak berkaitan langsung dengan film. Banyak penggunaan
analogi dan metafora di film ini melalui part yang tidak berkaitan tersebut
yang cukup cerdas menurut saya. Seperti Jack yang menceritakan proses
fermentasi angggur dan bagaimana kaitannya dengan aksi psikopatnya. Selain itu
banyak sekali referensi umum yang dimasukkan oleh Lars Von Tier ke dalam film
ini seperti sejarah kemanusiaan hingga ke sastra yunani kuno. Nah rumitnya
disini. Film ini indah tapi sekaligus juga menjijikkan. Arti dari judul dari
film ini sendiri baru terungkap di ending film berhubungan dengan pencapaian
dari semua aksi psikopatik Jack. Tetapi tentu saja, metafora.
But of course, poin utama dari film ini adalah acting gila
dari sang psikopat, Jack yang diperankan oleh Matt Dillon. Matt Dillon mampu
menggambarkan bagaimana karakter seorang psikopat yang menderita kejiwaan dengan
baik sekali. Kondisi mental yang tidak stabil dan OCD yang diderita oleh Jack
juga tergambarkan dengan jelas. Such an
awesome man. Matt Dillon keren banget disini.
But totally. Saya tidak kepikiran sama sekali sebenarnya
film ini ingin menyampaikan apa. I mean, poin utamanya alias benang merahnya
klise banget dan hampir enggak ada. Apalagi ditambah dengan scene akhir yang
klise banget. This movie is totally awesome, saya ulangi awesome, yet
beautiful. Tetapi tidak ada yang ditonjolkan selain kebrutalan dari Jack itu
sendiri.
Kalau ada yang tau maksud poin ini bisa menyampaikan
komentar dibawah! Terima kasih
0 Response to "Review Film The House That Jack Built : Sadis dan Intens"
Post a Comment